You must have JavaScript enabled in order to use this theme. Please enable JavaScript and then reload this page in order to continue.

Sistem Informasi Desa Salenrang

Kec. Bontoa, Kab. Maros, Prov. Sulawesi Selatan
Info

Sejarah Desa


LEGENDA DAN SEJARAH DESA SALENRANG

  1. Nama Salenrang

    Asal mula nama “Salenrang” adalah diambil dari istilah kebiasaan orang – orang Salenrang dahulu. Kebiasaan moyang salenrang sejak dahulu adalah gemar memakai sarung dengan cara melingkarkan dari punggung ke samping atau diselempang. Menurut  tokoh dan pemuka masyarakat, istilah “Salenrang” adalah berasal dari kata “Salendang” yang berarti melingkarkan atau menyelempangkan kain atau sarung di punggung dalam bentuk miring ke bawah di samping sebelah tubuh si pemakai.

    Kebiasaan Kebiasaan tersebut  telah berlangsung sejak lama dan mendarah daging di hampir sumua warga masyarakat Salenrang, khususnya para keturunan – penguasa (Dampang dan Pinati atau galarrang) yang memerintah di wilayah ini. Kemudian istilah Salempang atau Salendang disesuaikan dengan lidah / pengucapan masyarakat menjadi Salenrang yang artinya sama dengan salempang atau salendang, yaitu menyelempangkan kain atau sarung dalam bentuk miring ke bawah melingkari tubuh pemakainya.

    Sebenarnya kebiasaan tersebut adalah merupakan kebiasaan sebagian besar  bangsa Indonesia, khususnya masyarakat Sulawesi-Selatan, namun harus diakui bahwa hanya warga Desa Salenranglah yang mencoba mengabadikan adat  kebiasaan tersebut menjadi nama wilayahnya sebagai salah satu kerajaan kecil  yang berada di bawa pemerintah Kerajaan Gowa dahulu.

  2. Salenrang sebagai satu wilayah pemerintahan

    Sebelum  kemerdekaan, tepatnya pada zaman perjuangan kemerdekaan telah tumbuh kerajaan-kerajaan kecil di Nusantara, termasuk kerajaaan-kerajaan kecil di Sulawesi, khususnya kerajaan-kerajaan kecil yang berada di bawah kekuasaan kerajaan Gowa. Termasuk di dalamnya   “Kerajaan Salenrang” yang bergelar “Dampang Salenrang”. 

    Dalam sejarah wilayah kekuasaan Kerajaan Gowa hanya dikenal  dua Dampang, masing-masing “Dampang Ko’mara di Gowa dan Dampang Salenrang di Salenrang. Dan, setiap kali ada sidang kerajaan Gowa, dampang Salenranglah yang mewakili Salenrang (wilayah Maros sekarang) dan sekitarnya pada masa Kerajaan Gowa dahulu.

    Adapun wilayah kekuasaan Dampang Salenrang pada saat itu meliputi luas wilayah kabupaten Maros sekarang, bahkan termasuk sebagian Makassar dan Kabupaten Gowa sekarang. Sebagaimana dikiaskan dalam ungkapan bahwa batas kekuasaan Dampang Salenrang adalah:

     “Male’leng panaonna, Butta tattiri’ka panrai’na, Batu Ma’lipunga panai’na, tallang batangan passulu’na”,

    Artinya :

    batas wilayah kekuasaan Dampang Salenrang adalah “ Batas ke bawahnya (Utara) adalah wilayah Male’leng;, batas sebelah timur adalah tanah (daerah) dimana air mengalir ke barat (Camba-Mallawa); batas ke atas (selatan) adalah batu ma’lipunga (wilayah batas Gowa sekarang);  dan Batas keluarnya (baratnya)  adalah sampai batas dimana pandangan tenggelam (batas Pandangan) ke laut..”

  3. Asal Usul dan silsilah Dampang Salenrang

    Sampai sekarang masih simpang siur siapa dan dari mana asal-usul Dampang Salerang yang pertama. Ada yang menganggap Dampang pertama adalah salah seorang dari putra Toddo Limayya di Marusu – putra karaeng Marusu. Ada pula yang bilang bahwa beliau adalah saudara karaeng “Baarasa” di Male’leng (Pangkep sekarang)

    Pertanyaannya adalah apakah karaeng Baarasa juga termasuk salah seorang dari Toddo limayya atau tidak? Jika termasuk, maka jelas bahwa Dampang salenrang tidak bersaudara dengan Karaeng Baraasa, melainkan kemenakan karena karaeng Baarasa sendiri bersaudara dengan karaeng Marusu’ dimana Dampang Salenrang adalah salah seorang anak karaeng Marusu’. Namun denikian, meskipun belum jelas, untuk sementara dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya Dampang Salenrang adalah termasuk salah seorang putra dari Toddo Limayya yang bergelar Karaeng Marusu’.

    Salah satu cerita rakyat yang sampai sekarang masih hidup  dalam masyarakat Salenrang yang dituturkan secara turun-temurun  adalah kisah Toddo Limayya. Mereka ini masing-masing mempunyai wilayah kekuasaan; Ada yang berkuasa di Maros Yang bergelar Karaeng Marusu’ ada yang berkusasa di Male’leng yang bergelar “karaeng Barasa’ dan ada pula yang berkuasa di air  yang bergelar Renreng Jala yang orang –orang Salenrang mengenalnya dengan “ Lambere Salenrang. Sedangkan dua lagi dari mereka tidak disebutkan dimana dan apa gelar mereka.

    Dalam kisah ini dijelaskan, bahwa “Karaeng Marusu’ -  salah seorang dari Toddo limayya” tersebut  juga memilikii lima orang anak yang terdiri dari empat putri dan satu putra. Karena kedengkian saudara-saudaranya  yang kuatir kekuasaan jatuh kepada sibungsuh sebagai putra pangeran satu-satunya, akhirnya ia dibuang ke laut di sebuah pulau.

    Dalam perjuangannya menyelamatkan diri, datanglah seekor buaya yang kemudian dalam cerita dikenal dengan nama “Lambere Salenrang” menolongnya. Sang penolong - Lambere Salenrang kemudian membawa bukan menuju ke Marusu melainkan  ke Tanah Mandar - Mamuju. Di sini, di Tanah Mamuju beliau di ambil dan dipelihara oleh Raja Mamuju. Namun dalam cerita tersebut tidak dijelaskan siapa raja yang baik hati tersebut yang bersedia menampung anak terbuang ini.

    Dalam cerita, disebutkan bahwa pada suatu ketika Raja Mamuju menyuruhnya untuk mengambil air di sungai, namun semua wadah yang dipakai untuk mengambil air dipecahkan. Karena tidak ada lagi yang bisa dipakai untuk mengambil air, akhirnya ia menganyam  sebuah wadah dari bambu. Mungkin secara akal sehat tidak bisa diterima bahwa anyaman bambu dapat dipakai untuk mengangkat air kerana memiliki selah-selah yang bocor, namun harus dipercaya bahwa jika Tuhan menghendaki tidak ada yang tidak bisa dan itulah yang terjadi pada beliau,  atas pertolongan seekor Masapi (Moa) yang mengolesi seluruh sisi ayaman bambu tersebut dengan lendirnya hingga air yang dimasukkan dala anyaman bambu tersebut tidak tumpah. Setelah semua wadah penuh diisi air, rajapun heran dan hampir tidak percaya apa yang terjadi. Itulah sebabnya sampai sekarang banyak warga Salenrang yang tidak makan Massapi (moa), khususnya yang merasa keturunan Dampang.

    Kemuadian, seiring berjalannya waktu iapun menanjak dewasa. Karena tertarik dengan perangai  beliau akhirnya Raja Mamuju menikahkan dengan putrinya sendiri. Kemudian setelah anaknya lahir dan tak henti-hentinya menangis, keluarga istrinya – raja Mamuju menyimpulkan kalau sang bayi ingin bertemu dengan keluarga dari pihak bapaknya.

    Karena takut, anak dan isterinya tidak diterima oleh keluagranya di Marusu’ dan kisah pembuangannya tidak diketahui, maka akhirnya beliau pulang sendiri tanpa membawa isteri dan anaknya dengan alasan ia hanya naik perahu kecil (seekor buaya – Lambere Salenrang).

    Dalam cerita dijelaskan bahwa dalam perjalanan pulang dari Mamuju beliau singgah di Male’leng dan mengambil kemanakan sepupunyanya – cucu dari “karaeng Barasa” . Dari sini beliau terus ke Salenrang (daerah Romang Lompoa  dusun Rammang-Rammang sekarang), tidak terus ke Marusu - pusat wilayah pemerintahan Karaeng Marusu – orang tuanya. 

    Di sinilah, di Salenrang pada awalnya beliau membuka wilayah perkampungan bersama kemanakannya dengan gelar “Dampang Salenrang”. Pada masa pemerintahan beliau, kekusaan Dampang selenrang belum luas dan masih di bawah bayang-bayang karaeng Marusu hingga beliau wafat.

    Setelah beliau mangkat, karena tidak mempunyai keturunan lagi selain yang ditinggal di Mamuju, maka pewaris kekuasaan yang berhak  menggantikan beliau adalah kemanakannya yang diplihara sejak kecil, yaitu cucu karaeng Barasa” yang kemudian bergelar Dampang Salenrang II. Beliau – Dampang Salenrang II kawin dengan putri Karaeng Labbakkang. Jadi dapat dikatakan bahwa masyarakat Salenrang khususnya dan Maros pada umumnya adalah saudara sepupu dengan masyarakat Labbakkang dan Male’leng (pangkep) sekarang.

    Belum dapat dipastikan kapan wilayah Marusu’ berada di bawah kekuasaan Dampang Salenrang. Apakah pada masa Dampang I setelah wafatnya Karaeng Marusu’ (Toddo Limayya) ataukah pada masa Dampang II. Tetapi yang pasti bahwa Dampang Salenrang khususnya Dampang II telah menguasai Marusu’ (wilayah Maros sekarang) sampai daerah Male’leng pangkep di Utara, Batta Tattirika (camba Mallawa) di sebelah timur, Batu Malipunga di Gowa sebelah selatan dan Batas pandangan di laut sebelah barat. Sayang belum ada kajian yang dapat menyimpulkan kapan kejadian itu, apakah setelah mangkatnya karaeng marusu’ atau masih diantarai oleh satu generasi. Tentu saja ini merupakan pekerjaan rumah bagi putra-putri Maros, khususnya Putra Salenrang, demi untuk menjernihkan sejarah leluhur Pa’rasanganna / Butta salewangan.

    Betapa tidak, kalau kita perhatikan sekarang wilayah Maros semakin sempit. Dulunya sebelah Utara sampai di Male’leng, sekarang hanya sampai kalibone, bahkan sekarang kalo kita sadari daerah Botolembanan sebelah timur sudah banyak diklaim masuk daerah Pangkep. Begitu pulah dengan batas sebelah timur, Dulunya batta Tattiri masih masuk wilayah bone bagian barat, namun sekarang tinggal sebelah yang masuk wilayah Mallawa – sebelahnya lagi masuk daerah bone. Tidak terkecuali di bagian selatan, kalau dulunya sampai batu Malipunga di Gowa, maka sekarang sudiangpun sudah menjadi wilaya Makkassar. Dan yang lebih Tragis adalah semua pulau-pulau di bagian barat tidak satupun yang masyk wilayah Kabupaaten Maros, semuanya masuk wilayah Pangkep dan Makassar. Dimana semua wilayah Dapang Salenrang yang terhampar luas dari pegunungan, daratan hingga ke laut tallang batangan passulu’na.

    Semua ini karena ketidakpedualian dari putra-putri Butta Salewangan terhadap sejarah leluhur, kalaupun ada yang peduli mereka lebih menonjolkan unsur-unsur strata sosialnya ketimbang nilai-nilai kesatuannya.

    Setelah Dampang Salenrang II meninggal, beliau diganti oleh keturunan beliau secara turun-temurun dari Dampang ke III hingga dampang ke V. Namun dengan wafat Dampang Salenrang II, kebesaran Dampang Salenrang lambat laun semakin surut, sehingga kepergian beliau seakan-akan membawa serta nama besar Salenrang dalam sejarah.

    Puncaknya adalah setelah wafatnya dampang Salenrang V, Pemerintahan Dampang Salenrang berubah menjadi Pabbicara Butta. Dalam perkembanannya dari Pabbicara,  Salenrang kembali berubah menjadi menjadi wilayah” Pinati” dengan dibawah kekuasaan Pinati Dadda. Kemudian setelah seluruh wilayah dibagi ke dalam distrik, Salenrang hanya menjadi sebuah wilayah Gallarang yang berda di bawah pemerintahan  distrik Bontoa, di samping Gallarang Lempangan, Batunnapara dan Belang-Belang.

    Pada masa perubahan distrik menjadi wilayah kecamatan, Salenrang pun kembali hanya menjadi salah satu dusun dari Desa Botolempangan, kecamatan Batimurung hingga tahun 1989.

  4. Dampang Salenrang Menjadi Salenrang

    Menurut  bapak Madjanong Tiro – mantang kepala desa I bahwa, sebenarnya Salenrang dalam arti wilayah pemerintahan dari awal dikenal dengan mana desa Persiapan Dampang Salenrang. Namun sejak Musyawarah Desa I dalam rangka membicarakan “nama desa Persiapan yang baru dimekarkan saat itu, Camat Bantingmurung – bapak Muh. Thahir Alia, BA mengusulkan supaya nama Dampang Salenrang diganti menjadi Salenrang saja., dengan alasan (pertimbangan) bahwa apabila nama Dampang Salenrang masih dipakai, maka hal itu dapat menghalangi orang luar (bukan penduduk asli) Salenrang untuk dipilih menjadi pemerintah/kepala desa di Salenrang.

    Yang sangat  disayangkan adalah karena hanya dengan alasan demokrasi, yakni bahwa berdasarkan pertimbangan bapak camat Bantimurung – Thahier Alie tersebut, ternyata masyarakat/forum musyawarah desa juga menyepakati dan memutuskan menggati nama desa Persiapan Dampang Salenrang menjadi desa Persiapan  Salenrang.

    Mereka tidak memahami bahwa betapa nilai sejarah dan kesatuan akan teputus dan hilang dengan perubahan nama tersebut. Sejarah besar Dampang Salenrang dan Kerajaan Marusu sebagai bagian dari kerajaan besar Gowa Raya harus terkubur bersama dengan pergatian nama dengan alasan yang sangat tidak tepat.

    Mengapa tidak, Bukankah Dampang Salenrang II kedua, dampang yang telah mengukir nama Salenrang sebagai salah satu wilayah yang besar diantara kerajaan-kerajaan lokal yang ada di Sulawesi pada samannya dan masih terus dikenang sampai sekarang juga bukan orang Salenrang/Putra Maros asli. Dia adalah cucu Karaeng Baarasa dari Male’leng (kabupaten Pangkep sekarang). Jadi bukanlah suatu alasan hanya karena takut orang-orang luar tidak bisa jadi calon/kepala desa akhirnya nama Dampang Salenrang harus diganti.

    Oleh Karena itu, meskipun semuanya sudah terjadi, tetapi jika putra-putri Salenrang peduli maka sekarang saatnya untuk membicarakan kembali bagaimana jika desa Salenrang dekembalikan menjadi Desa Dampang Salenrang sebagaimana kecamatan Maros Utara di kembalikan menjadi kecamatan Bontoa atau Ujung Pandang di kembalikan menjadi Makssar. Semua ini kita kembalikan kepada masyarakat desa Salenrang untuk dibicarakan lebih jauh.

  5. Dari Desa Persiapan Salenrang Sampai Sekarang

    Berdasarkan hasil musyawarah desa pertama, akhirnya sejak tanggal 20 Nopember 1989 Desa Salenrang resmi berdiri dengan  nama Desa Persiapan Salenrang  ditandai dengan pelantikan bapak Madjanong Tiro sebagai Kepala desa Persiapan Salenrang yang pertama dengan status Pejabat sementara. Dari sini dapat dilihat, betapa luasnya pandangan dan besarnya sikap demokratis masyarakat desa Salenrang dalam memandang NKRI sebagi satu kesatuan, dimana setiap warga Negara memiliki hak yang sama di dalamnya. Meskipun dengan demikian, mereka harus mengorbankan nilai sejarah leluhur dan kebesaran nama Salenrang sejak dahulu.

    Selanjutnya pada tanggal 4 Desember 1989 dilakukan acara Serah terima secara fisik dari H. Ambo - kepala desa Induk  Botolempangan kepada bapak Madjanong Tiro sebagai kepala desa Persiapan Salenrang. Maka sejak tanggal 4 Desember 1989 itu, kepala desa Persiapan Salenrang telah berhak melakukan aktifitas dalam rangka menunaikan amanah yang diembankan kepadanya, yakni melakukan pembenahan-pembenahan dan kegiatan pembangunan di desa Persiapan Salenrang di bawah wilayah pemerintahan kecamatan Bantimurung.

    Pada tahun 1992 desa Persiapan Salenrang diresmikan menjadi desa Definitif dengan nama Desa Salenrang, yangmana masih berada dalam wilayah pemerintahan camat Bantimurung. Nanti pada tahun 1993, akibat pemekaran beberapa wilayah kecamatan termasuk kecamatan Maros Utara (kecamatan Bontoa Sekarang), maka dengan pertimbangan efektifitas dan efesiensi serta historiografis dan geografis wilayah pemerintahan Desa Salenrang bersama dengan desa Botolempangan dipindahkan ke dalam wilayah pemerintahan Camat Maros Utara, yang sekarang dikenal dengan kecamatan Bontoa.

    Desa Salenrang, sejak dimekarkan menjadi desa persiapan, kemudian menjadi desa definitf tahun 1992 hingga sekarang sudah melakukan 3 (tiga) kali pemilihan kepala desa dan sudah diperintah oleh empat (4) orang kepala desa, yaitu masing-masing:

    1)   Madjanong Tiro

    Periode

    1989 – 1993

    2)   Sahabuddi Dg. Awing

    Periode

    1994 – 2010

    3)   Baso Amin

    Periode

    2010 – 2006

    4)   Muh. Nasir, S. Sos

    Periode

    2006 – 2019

    5)   Syahrir

    Periode

    2019 2025

    Demikian historisgrafi desa Salenrang sebagai salah satu desa dari delapan desa dan satu kelurahan yang ada dalam wilayah pemerintahan kecamatan Bontoa.
Bagikan artikel ini: